Sabtu, 29 Mei 2010

Pemuda dan Remaja

Adakah perbedaan antara pemuda dan remaja?
Pertanyaan itu muncul dipagi buta ketika mengutak atik halaman web demi web, blog demi blog, dan artikel demi artikel. Pagi yang indah dan senyap untuk dibayangkan walau tak seindah dan sesenyap yang dirasakan.

Pemuda atau remaja merupakan ujung tombang perjalanan kehidupan dalam sebuah negara atau bangsa, tak ada yang pungkiri itu. Oleh karna itu, sesuatu yang terjadi terhadap pemuda dan remaja cukup menarik perhatian semua kalangan, baik akademisi, politisi, kaum agamawan maupun pemuda dan remaja itu sendiri. Kehidupan pemuda dan remaja serta perubahan sosial yang terjadi terhadap mereka juga menarik minat kaum peneliti untuk menumpahkan pikirannya terhadap hal tersebut.

Sebenarnya tidak ada perbedaan antara pemuda dan remaja. Cuma kalau lebih diperhatikan kedua nama atau istilah tersebut beda penempatan dalam kondisi dan peran sosial. Pemuda lebih ditempatkan dalam hal politik dan sosial, sedangkan remaja ditempatkan dalam hal budaya populer dan gaya hidup. Istilah pemuda selalu dikaitkan dengan hal yang berbau perubahan sosial, politik seperti reformasi, walau yang terakhir ini disusupi oleh elemen lain yaitu mahasiswa, tetapi mahasiswa juga sub-elemen dari pemuda. Pemuda merupakan ujung tombak dalam hal tersebut, tanpa keterlibatan pemuda mustahil hal seperti diatas dapat berjalan.

Realitas pemudaisme atau kepemudaan mulai bangkit ketika sumpah pemuda dikumandangkan pada tahun 1928. Kegiatan-kegiatan anak muda dan organisasi anak muda selalu bergerak akan hal-hal yang berbau politis. Kiprah pemuda pada waktu itu bersatu untuk mewujudkan kemerdekaan indonesia, sikap nasionalisme yang terbangun merupakan wujud dari keinginan merubah keadaan dan realitas sosial serta politik. kondisi pemuda seperti ini terus bertahan sampai masa orde baru berkuasa.

Sebelum Orde Baru, studi tentang kaum muda selalu dikaitkan dengan persoalan politik. Seperti disebutkan Benedict Anderson dalam bukunya yang masyhur, Revolusi Pemuda (1988), di masa sebelum Soeharto berkuasa, kegiatan yang tersedia bagi anak-anak muda adalah kegiatan yang sifatnya politis. Pada masa Orde Lama dan sebelumnya, sebagian besar pemuda Indonesia menghabiskan waktunya dengan mengikuti organisasi-organisasi pemuda, mahasiswa dan juga partai politik. Pada masa itu, budaya apatisme amat jauh dari pikiran pemuda. Anak-anak muda besar dalam realitas sosial yang memang menuntut mereka untuk peduli dan terlibat langsung untuk ikut merubah keadaan ke arah yang lebih baik.

Remaja dan Budaya Populer
Hingga kemudian bangsa ini memasuki masa pertumbuhan ekonomi dan pembangunan 1970-an, pada saat inilah terjadi pergeseran kondisi kaum muda indonesia. pada masa ini, terjadinya stabilitas perekonomian Indonesia telah mempengaruhi kondisi sosiologis kaum muda Indonesia. Sehingga terbentuklah gaya hidup baru yang jauh dari realitas sosial dan politik di Indonesia pada waktu itu.

Banyak pihak yang berpendapat bahwa kondisi ini juga akibat dari depolitisasi yang dilakukan oleh Soeharto. James Siegel, memotret kondisi kondisi yang terjadi di Indonesia pada kala itu. Bukunya, Solo in The New Order, Language and History in an Indonesian Town (1986), salah satunya. Menurut James Siegel, mulai terjadi pergantian istilah untuk menyebut kaum muda Indonesia itu, disinilah muncul istilah "Remaja". Menurut Siegel, remaja merupakan anak muda hasil depolitisasi Orde Baru, karna pergantian istilah ini bukan hanya soal bahasa tapi juga soal politik. Dengan kata lain, sejak saat itu, kaum muda Indonesia mulai melirik hal-hal lain diluar politik dan sosial sebagai aktifitas mereka.


Hari demi hari remaja Indonesia mulai disibukkan dengan gaya hidup dan urusan hedonis lainnya. Generasi yang bisa dikatakan mulai tabu untuk membicarakan perubahan sosial dan kondisi masyarakat di sekelilingnya. Walau ada segelintir intelektual dari kaum muda yang menggerakkan diri untuk berbicara ke permukaan, tapi itu hanya segelintir. Nyatanya istilah "remaja" memang membuat kaum muda untuk diam dan terus terbuai dengan pembangunan dan sedikit kesenangan.

Realitas ini semakin nyata ketika remaja Indonesia mengekori budaya barat. Media menjadi elemen yang sangat berpengaruh terhadap kondisi seperti ini. Remaja dibuai dengan program-program yang semakin jauh dengan realitas sosial, tak tersadari oleh kaum muda memang, tapi kondisi seperti ini memang sangat diharapkan oleh kapitalisme yang menguasai media sebagai senjata ampuhnya. Sampai sekarang MTV terus menghegemoni terhadap remaja-remaja Indonesia sehingga mereka terus mengekori budaya barat.

Mungkin sampai nanti, sampai kita sadar..
Bahwa bangsa ini butuh kita, untuk mereka yang tertindas sepetu pembangunan dan globalisasi..

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms