Indonesia merupakan unggulan untuk menjuarai Piala AFF. Namun setelah laga final leg pertama, status itu memudar. Hal ini dinilai karena banyak yang sudah bersikap takabur padahal tim belum juara. Perjuangan Indonesia untuk menjuarai Piala AFF 2010 semakin berat, menyusul kekalahan telak 0-3 dari Malaysia dalam laga final leg I di Stadion Bukit Jalil, Minggu (26/12) malam WIB.
Padahal, sebelum laga ini digelar, anak buah Alfred Riedl menyandang status unggulan.
Melalui akun twitter-nya, gelandang Ahmad Bustomi berpendapat bahwa kekalahan ini merupakan sebuah teguran dari Yang Maha Kuasa.
"Sebuah tamparan dr Alloh untuk kta semua bahwa kta blm juara blm apa2 tp sdah byk yg takaburrr.......!!!" tulis gelandang Arema Indonesia itu dalam akun twitter @bustomi_19.
Apa yang dikatakan Bustomi bisa diterima. Untuk urusan final di Piala AFF sebenarnya bukan hal yang istimewa bagi tim Merah Putih. Pasalnya ini adalah kali keempat bagi Indonesia menjadi finalis.
Final keempat ini dicapai Indonesia dengan catatan impresif mulai dari babak grup hingga semifinal. Sejak itu, atensi kepada timnas mulai meningkat.
Sayang, dari sejumlah atensi dan perhatian itu, beberapa di antaranya tidak relevan dengan sepakbola. Beberapa di antaranya dinilai mulai dipolitisir.
Politisasi timnas Indonesia tak hanya terjadi di dalam negeri saja. Namun ketika tim 'Garuda' melakoni pertandingan final pertama di Bukit Jalil pun politisasi itu masih terus berlanjut.
Keberhasilan skuad 'Merah Putih' melewati babak semifinal Piala AFF 2010 lantas mengundang reaksi dari para politisi. Firman Utina dkk. dibuat sibuk oleh mereka dengan kegiatan kurang penting di luar urusan sepakbola.
Para politisi tampak seperti mengambil keuntungan dari momen ini; mencari popularitas dengan cara dan kadar yang berbeda-beda. Ada yang mengajak sarapan bersama, memberikan bantuan, hingga mengundang doa bersama.
Politisasi pun terus berjalan ketika skuad Indonesia bertarung di Bukit Jalil. Sejumlah spanduk besar bergambar beberapa tokoh politik terpasang di salah satu sudut stadion.
Di antara beberapa spanduk yang dipasang, tampak empat spanduk bergambar tokoh politik populer. Yakni Presiden SBY, Ketum PSSI sekaligus kader Golkar Nurdin Halid dan Ketum Golkar Aburizal Bakrie serta Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa.
Spanduk-spanduk tersebut di buat dengan besar yang sama. Dengan latar warna yang berbeda dan diberi lambang Garuda Pancasila. Bahkan spanduk Hatta sampai jelas memasang lambang partainya menjadi background.
"Kenapa harus ada spanduk seperti itu? Sangat tidak pantas. Kami mau sebagai Warga Negara Indonesia,"ujar Syafruddin, salah seorang suporter Indonesia.
Kini, hasil dari "ulah" mereka telah berbuah. Konsentrasi timnas pun buyar dan akhirnya 'Merah Putih' pun tersungkur secara memalukan di Bukit Jalil dengan menyerah tiga gol tanpa balas.
Meski demikian, peluang juara masih belum sepenuhnya tertutup. Masih ada waktu untuk melakukan pembenahan sampai final kedua di Stadion GBK, 29 Desember. Namun untuk mewujudkannya tidaklah mudah. Bukan hanya wajib meraih kemenangan dengan selisih minimal empat gol, tapi juga menjauhkan timnas dari hal-hal yang tak ada kaitannya dengan sepakbola, termasuk politik.(okc)
http://www.harianbangsa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4090:ahmad-bustomi&catid=55:olah-raga&Itemid=90
0 komentar:
Posting Komentar